Diswaykaltim.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (), kerap kali melakukan rapat tertutup, khususnya jika agenda rapat berkaitan dengan pembahasan anggaran.

Namun rapat-rapat yang digelar tertutup tersebut, tidak pernah disertai penjelasan menyangkut apa sesungguhnya yang menjadi alasan, sehingga rapat-rapat itu harus dilakukan tertutup.

Padahal secara prinsip, langkah dan kebijakan yang ditempuh oleh suatu lembaga negara, mesti mendapatkan rasionalisasi secara objektif, bukan atas dasar subjektivitas semata.

Sebab mereka yang duduk di gedung-gedung megah itu, sejatinya hanya diberikan mandat oleh Rakyat untuk mengoperasikan lembaga yang bernama ini.

Jadi lucu, jika si pemberi mandat justru dijauhkan dari segala informasi yang semestinya didapatkan secara layak dan terbuka.

Mungkin ada yang bertanya, apakah tidak boleh menggelar rapat secara tertutup? Tentu saja boleh. Namun dengan alasan yang bisa diterima oleh nalar publik, serta dilaksanakan secara ketat alias tidak serampangan.

Justru yang terjadi selama ini, rapat-rapat tertutup yang digelar oleh , dilakukan seenaknya saja, tanpa basis argumentasi yang memadai.

Bahkan bisa dikatakan, tidak ada penjelasan yang detail kepada publik apa maksud dan tujuan rapat-rapat itu harus dilakukan di luar jangkauan publik.

Hal ini membuat hak-hak publik untuk mendapatkan informasi mengenai beserta segala aktivitasnya, menjadi tertutup dan dibatasi.

Tulisan ini sesungguhnya ingin memotret, apakah rapat-rapat tertutup DPRD tersebut memiliki dasar yang kuat, atau justru merupakan upaya untuk mengelabui mata publik.

Melanggar Norma

Secara normatif, semua itu pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.

Demikian bunyi ketentuan Pasal 126 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juncto Pasal 90 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, Dan Kota (PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Tatib DPRD).

Namun Pasal 90 ayat (1) PP Nomor 12 Tahun 2018 tersebut, tidaklah berdiri sendiri. Sebab ketentuan Pasal 90 ayat (2) PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Tatib DPRD, menyebutkan secara eksplisit bahwa, “Rapat paripurna dan rapat dengar pendapat umum, wajib dilakukan secara terbuka”.

Frase kata “wajib” dalam ketentuan tersebut, berarti tanpa pengecualian, alias tidak boleh tidak, harus dilakukan secara terbuka oleh DPRD.

Hal ini bertujuan untuk membuka ruang bagi publik untuk mengawasi setiap materi yang dibahas oleh DPRD.

Di luar kedua jenis rapat tersebut, DPRD diberikan kemungkinan untuk menggelar rapat secara tertutup, dengan catatan mendapatkan persetujuan bersama.